P. Dismas Kwirinus, CP
RENUNGAN
Saudara-saudari terkasih,
Dalam dunia yang ditandai oleh dorongan untuk menjadi besar, kuat, dan berpengaruh, kita dihadapkan pada paradoks Injil: bahwa jalan menuju hati Allah justru dibuka melalui yang kecil, sederhana, dan tersembunyi. Pesta St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus hari ini mengundang kita untuk mempertanyakan ulang kriteria kekudusan dan kebermaknaan hidup. Ia tidak menjalankan karya-karya besar secara eksternal, namun hidupnya menjadi kesaksian akan kekuatan cinta yang tersembunyi cinta yang hening namun membakar, cinta yang kecil namun tak tergoyahkan.
Bacaan dari Yesaya memperlihatkan wajah Allah yang maternal Allah yang menghibur, menyusui, dan membelai umat-Nya dalam kelembutan. Ini menantang gambaran teologis kita yang kadang terlalu maskulin dan hierarkis, serta menyempitkan relasi dengan Allah pada bentuk kuasa. Yesus dalam Injil menegaskan bahwa jalan ke dalam Kerajaan Surga hanya dapat dilalui dengan menjadi seperti anak kecil: bukan karena kepolosannya semata, tetapi karena kerelaannya bergantung, terbuka, dan tidak menuntut posisi. Kematangan iman bukanlah soal pengaruh eksternal, melainkan keintiman batiniah dengan Allah yang membebaskan.
St. Teresia menemukan dalam "jalan kecil" jalan yang penuh keterbatasan dan ketakberdayaan sebuah kekuatan transformatif yang membawa jiwanya bersatu erat dengan Kristus. Jalan kecil bukan pelarian dari tanggung jawab atau bentuk kekalahan spiritual, tetapi merupakan bentuk perlawanan terhadap mentalitas dunia yang mengukur segala sesuatu dengan kekuasaan dan hasil. Jalan kecil adalah jalan Kristus sendiri yang memilih kehinaan salib demi kasih. Maka, hari ini kita diajak untuk meninjau ulang bagaimana kita memahami spiritualitas, misi, dan kekudusan: adakah kita sungguh terbuka untuk membiarkan diri menjadi kecil di hadapan Allah agar Ia yang menjadi besar dalam diri kita?
Saudara saudari yang terkasih mari kita menimba inspirasi dari kedua bacaan hari ini.
Bacaan dari Yesaya 66 menggambarkan wajah Allah sebagai Ibu yang menghibur dan menyusui anak-anaknya. Gambaran ini begitu kuat dalam spiritualitas Katolik yang menjunjung tinggi kelembutan, penghiburan, dan kasih tanpa syarat. Bagi umat yang memiliki devosi kepada Bunda Maria, gambaran ini memperdalam iman akan peran Maria sebagai Bunda Gereja yang hadir untuk mengasuh, menuntun, dan menghibur umat di tengah kesulitan dunia. Maria tidak pernah menjadi pusat, tetapi selalu menunjuk kepada Yesus, seperti halnya seorang ibu yang dengan lembut menggandeng tangan anaknya menuju Sang Bapa.
Injil Matius hari ini mengajak kita untuk menjadi seperti anak kecil agar layak masuk dalam Kerajaan Surga. Yesus tidak memuliakan kepolosan semata, tetapi lebih pada kerendahan hati, kepercayaan total, dan kesederhanaan, nilai-nilai yang juga dihidupi oleh Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Ia menemukan jalan kekudusan bukan dalam karya besar atau mukjizat spektakuler, melainkan dalam "jalan kecil" mencintai dalam hal-hal yang sederhana, dalam kehidupan sehari-hari, dalam kesunyian dan penderitaan.
Dalam konteks hidup membiara, inspirasi ini menjadi panggilan untuk tidak mencari kesuksesan spiritual dalam ukuran manusia, tetapi dalam kesetiaan akan hal-hal kecil. Biarawan dan biarawati dipanggil untuk mencintai Tuhan dalam rutinitas komunitas, dalam doa yang tampak monoton, dalam pelayanan yang sering kali tidak dihargai dunia. Seperti Santa Teresia, mereka dipanggil untuk menjadi “bunga kecil” di taman Allah, yang harum bukan karena besar dan megah, tapi karena taat dan setia.
Bagi umat beriman, devosi kepada Bunda Maria adalah salah satu bentuk kepercayaan anak kepada ibunya. Santa Teresia sendiri memiliki kedekatan luar biasa dengan Maria. Ia percaya bahwa Maria adalah Ibu yang lembut, bukan Ratu yang jauh dan dingin. Ia menulis bahwa Maria adalah “lebih ibu daripada ratu.” Hal ini mendorong kita untuk tidak takut datang kepada Maria dalam doa-doa kita bukan sebagai pengganti Yesus, tetapi sebagai penolong yang setia menunjukkan jalan kepada-Nya.
Pesta Santa Teresia juga menjadi momentum untuk merefleksikan semangat misioner Gereja. Meskipun hidupnya terbatas di balik dinding biara, Santa Teresia adalah pelindung misi. Ia menunjukkan bahwa misi bukan hanya tentang pergi ke tempat jauh, tetapi tentang cinta yang besar kepada Kristus dan Gereja. Doa, pengorbanan, dan kasih yang tersembunyi memiliki daya rohani yang melampaui batas ruang dan waktu.
Bagi biarawan dan biarawati, serta umat yang setia berdevosi kepada Bunda Maria, panggilan misi ini tetap relevan. Dunia membutuhkan kehadiran mereka yang hidup dalam doa, kasih, dan pelayanan. Dalam keheningan biara atau dalam doa Rosario di rumah, dalam kesetiaan pada tugas kecil, Allah bekerja secara dahsyat. Misi tidak selalu harus tampak, tetapi selalu harus nyata dalam kasih.
Semoga melalui perayaan ini, kita semua baik hidup awam maupun hidup membiara semakin meneladani Santa Teresia dalam kesederhanaan, cinta kepada Maria, dan semangat misioner yang tak pernah padam. Mari kita jalani “jalan kecil” dengan penuh cinta, dan percaya bahwa dalam hal-hal yang kecil dan tersembunyi, Allah menyatakan kasih-Nya yang besar.
TUHAN MEMBERKATI +
BERITA
Pada Rabu, 1 Oktober 2025, suasana Rumah Retret Pusat Spiritualitas Pasionis (PSP) Malang dipenuhi dengan nuansa devosi dan sukacita iman dalam perayaan pembukaan Bulan Rosario. Umat dari berbagai daerah di Malang, sekitar tiga ratus orang yang terdiri dari anak-anak, orang muda, mahasiswa, hingga orang tua, berbondong-bondong hadir untuk bersama menapaki awal bulan yang penuh rahmat ini. Acara diawali dengan doa rosario bersama yang dilaksanakan dengan khidmat sambil mengiringi perarakan patung Bunda Maria dari halaman Kapel Rubiah Pasionis menuju pelataran Rumah Maria Nazareth di kompleks rumah retret. Prosesi doa dan perarakan ini menghadirkan suasana rohani yang hangat, ketika umat dengan penuh kesederhanaan melantunkan doa dan lagu pujian, seolah menegaskan kembali bahwa kehadiran Bunda Maria senantiasa menyertai perjalanan Gereja.
Setelah itu, perayaan Ekaristi Pembukaan Bulan Rosario dipersembahkan oleh Pastor Dismas, CP, didampingi oleh Pastor Nikodemus, CP serta para imam Pasionis, dengan iringan koor para frater dan bruder Komunitas Beato Pio Campidelli yang memperindah suasana liturgi melalui lantunan doa dan nyanyian rohani. Kehadiran umat yang begitu beragam menegaskan wajah Gereja yang hidup: sebuah komunitas yang dipersatukan oleh iman dan doa, serta dibimbing untuk semakin dekat kepada Kristus melalui devosi kepada Maria.
Seusai Misa, seluruh umat diajak dalam rekreasi sederhana di Kantin Golgota, tempat mereka saling berbagi cerita, canda, dan sukacita, menjadikan perjumpaan ini sebagai wujud nyata dari persaudaraan kristiani. Dengan demikian, pembukaan Bulan Rosario di PSP Malang tidak hanya menjadi momen liturgis semata, melainkan juga undangan rohani bagi umat untuk menapaki bulan ini dalam semangat doa, persaudaraan, dan pengharapan; meneladan ketaatan Bunda Maria, sambil terus berjalan sebagai peziarah iman menuju Kristus yang adalah terang dan sumber keselamatan.
Kunjungi Rumah Retret PSP Malang
https://maps.app.goo.gl/PpzCo29GvbUc5DLT6